Jumat, 27 September 2013

Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan


Sejarah Perkembangan Ilmu Pengetahuan

BAB I
PENDAHULUAN

1.       Latar belakang

“Sejarah tertulis berisi rekaman yang sangat sporadis dan tidak lengkap”, demikian Gordon Childe menulis, “tentang apa yang telah manusia lakukan di berbagai belahan dunia selama lima ribu tahun terakhir”. Idealnya sejarah adalah rekaman tentang semua rentetan peristiwa yang telah terjadi, yang berfungsi sebagai pengungkap segala sesuatu sesuai dengan fakta yang ada tanpa distorsi sedikitpun, tetapi pada kenyataannya ia hanya mengungkap sebagian rentetan peristiwa tersebut dan tidak bisa lepas sepenuhnya dari rekayasa yang biasanya dilakukan oleh penguasa politik.
Di dalam sejarah, ada juga yang bernama sejarah ilmu, dan pada dasarnya merupakan sejarah pikiran umat manusia yang terlepas dari asal usul kebangsaan maupun asal mula negara, dan pembagian lintasan sejarah ilmu yang paling tepat adalah menurut urutan waktu dan bukan berdasarkan pembagian negara, lintasan sejarah ilmu terbaik mengikuti pembagian kurun waktu dari satu zaman yang terdahulu ke zaman berikutnya.
Sebelum memaparkan sejarah ilmu pengetahuan, di sini akan di jelaskan secara singkat perbedaan antara pengetahuan dan ilmu agar tidak terjadi kesalahpahaman. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang terklasifikasi, tersistem, terstruktur, dan terukur serta dapat dibuktikan kebenarannya secara empiris. Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan mekanisme tertentu. Jadi ilmu lebih khusus daripada pengetahuan, tetapi tidak berarti semua ilmu adalah pengetahuan.
1.       Rumusan masalah
Dalam makalah ini akan membahas beberapa tahapan periodisasi perkembangan ilmu, tahapan tahapan tersebut di antaranya :
§  Ilmu pengetahuan pada zaman purba
§  Ilmu pengetahuan pada zaman yunani kuno
§  Ilmu pengetahuan pada zaman abad pertengahan
§  Ilmu pengetahuan pada Zaman Renaissance
§  Ilmu pengetahuan pada zaman kontemporer


BAB II
PEMBAHASAN

1.       A.    Ilmu Pengetahuan Zaman Purba
Di dalam zaman purba secara garis besar ada dua masa yang tercatat, masa itu di antaranya :
§  Zaman batu
Mencakup masa antara 4.000.000 tahun sebelum masehi sampai kira-kira 20.000/10.000 tahun sebelum masehi. Adapun bahan-bahan yang ditemukan pada zaman ini antara lain :
1.      Alat-alat dari batu dan tulang.
2.      Tulang-belulang hewan
3.      Sisa-sisa beberapa tanaman.
4.      Gambar dalam gua.
5.      Tempat-tempat penguburan.
6.      Tulang belulang manusia purba.
Menurut beberapa penelitian secara mendalam, peninggalan-peninggalan diatas kecuali gambar dan tempat penguburan merupakan kebudayaan, karena perbaikan bentuk membuktikan bahwa makhluk tersebut jika dilihat dari sisi psikologis ada kemampuan-kemampuan yang apabila diurutkan sebagai berikut :
a.       Kemampuan mencetuskan konsep tentang alat.
b.      Kemampuan menghayati dan mengalamiri
c.       Kemampuan membedakan dan memilih.
d.      Kemampuan untuk bergerak maju (progres).
Setelah beberapa ratus ribu tahun manusia purba menemukan alat-alat batu, maka disusul menemukan api, dan perunggu dan besi. Dan akhirnya berhasil mendapatkan tanaman dan ternak.
§  Masa 15.000 – kurang lebih 600 tahun sebelum masehi
Pembatasan yang dilakukan tidaklah merupakan batasan yang tajam dan pasti, hal ini dilakukan agar memudahkan dan sebagai acuan dasar pemikiran. Selain itu, peristiwa yang dijelaskan disini hanyalah khusus peristiwa-peristiwa yang terjadi di lautan tengah, karena di daerah ini sudah cukup banyak bahan yang terkumpul dan memperlihatkan bagian-bagian yang cukup jelas dan juga daerah ini merupakan daerah yang berhubungan erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan modern.
Warisan pengetahuan berdasarkan empirik dan pelaksanaannya, mendasari kehidupan zaman ini secara luas. Tetapi atas dasar yang luas tersebut, tumbuh soal-soal baru, yaitu kemampuan menulis-membaca dan berhitung.
Kemampuan menulis-membaca. Dengan adanya kemampuan menulis, maka peristiwa dapat segera dicatat, sehingga tingkat kesalahan dapat diperkecil sekecil mungkin. Maka, pengetahuan dapat mencapai masyarakat yang lebih luas daripada yang dapat dijangkau oleh penyebaran dari mulut ke mulut saja (socialization of knowledge). Hal ini mengakibatkan kemajuan yang dicapai dalam jangka waktu kurang  lebih 10.000 tahun ini besar sekali, jauh lebih pesat daripada yang terjadi pada zaman batu, yang berlangsung selama kira-kira dua juta tahun. Sebagai buktinya, pada zaman ini banyak muncul kerajaan besar seperti Mesir, Sumeria, Babylon, Niniveh, India, Cina, dan sebagainya.
Kemampuan Berhitung. Timbulnya kemampuan ini melalui proses yang serupa dengan kemampuan menulis.
Manusia zaman batu tidak meninggalkan bukti-bukti tentang kemampuan berhitung. Namun, oleh karena mereka sudah mempunyai ternak, maka dimungkinkan perhitungan terjadi tanpa menghitung 1-2-3-4 dan seterusnya. Secara teoritis mereka mungkin menempuh cara yanng dalam metematika modern disebut sebagai mapping procces (tallying).
Kalau diringkaskan, maka zaman purba diiatndai oleh 5 kemampun, yaitu:
1.      Know how dalam kehidupan sehari-hari
2.      Pengetahuan yang berdasarkan pengalaman. Pengalamna itu diterima sebagai fakta oleh sikap receptive mind, yang kalaupun ada keterangan tentang fakta tersebut, maka keterangan itu bersikap mistis, magis, dan religius.
3.      Kemampuan menemukan abjad dan natural number system berbagai jenis siklus, yang kesemuanya berdasarkan proses abstraksi.
4.      Kemampuan menulis, berhitung, dan menyusun kalender, yang kesemuanya berdasarkan proses sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
5.      Kemampuan meramalkan berdasarkan peristiwa-peristiwa fisis, misalnya seperti gerhana bulan.
Terlepas dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah, dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya.
1.       B.     Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani Kuno
Yunani kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya.
Ia ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya. Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang ini.
Filosof alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM), setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM), Parmenides (515-440 SM), dan Phytagoras (580-500). Thales, yang dijuluki bapak filsafat, berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut Anaximandros substansi pertama itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan apeiron, bukan air atau tanah. Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas.
Jasa Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung pada pendekatan matematika. Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda mengenai seluk beluk alam semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti negatif, tetapi justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian pandangan mereka mengilhami generasi setelahnya.
Setelah mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan mengalihkan penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia adalah ukuran kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras (481-411 SM), tokoh utama mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori matematika mempunyai kebenaran absolut. Selain Protagoras ada Gorgias (483-375 SM). Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi. Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal kita telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak memberikan jawaban final tentang etika, agama, dan metafisika.
Pandangan para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya seperti Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM). Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Socrates membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan metode yang bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Menurutnya, kebenaran universal dapat ditemukan. Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam idea.
Filsafat Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis (logika, metafisika, dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan politik). Pembagian ilmu inilah yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara sistematis. Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran Plato dan Aristoteles, A.N. Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka terhadap ajaran-ajaran mereka. Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki karakteristik islami.
1.       C.    Abad Pertengahan
Akal pada abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal ini kelihatan dengan jelas pada filsafat Plotinus, Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap akal muncul kembali dan karena itu filsafatnya banyak mendapat kritik. Dan abad Pertengahan ini merupakan pembalasan terhadap dominasi akal yang hampir seratus persen pada zaman Yunani sebelumnya, terutama pada zaman Sofis.
Pemasungan akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan (ia mewakili metafisika) bukan untuk dipahami, melainkan untuk dirasakan. Oleh karena itu, tujuan filsafat (dan tujuan hidup secara umum) adalah beratu dengan Tuhan. Jadi, dalam hidup ini, rasa itulah satu-satunya yang dituntut oleh kitab suci, pedoman hidup semua manusia. Filsafat rasional dan sains tidak begitu penting; mempelajarinya merupakan usaha yang sia-sia, karena Simplicius, salah seorang pengikut Plotinus, telah menutup sama sekali ruang gerak rasional, iman telah menang mutlak. Karena iman harus mutlak, orang-orang yang masih hidup juga menghidupkan filsafat (akal) harus dimusuhi.
Agustinus mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani diganti dengan kuasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh pendapat bahwa kebenaran itu relative. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama.
Ciri khas dari pada filsafat Abad Pertengahan terletak pada suatu rumusan yang terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu credo ut intelligam. Rumusan itu berarti iman lebih dahulu, setelah itu mengerti. Imanlah lebih dahulu. Misalnya, bahwa dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argument untuk memahaminya, mungkin juga untuk meneguhkan keimanan itu.
Sifat ini berlawanan dengan sifat filsafat raional. Dalam filsafat rasional, pengertian itulah yang didahulukan; setelah dimengerti, baru mungkin diterima dan kalau mau; diimani. Mengikuti jalan pikiran inilah maka saya berkesimpulan bahwa jantung filsafat Abad Pertengahan Kristen terletak pada ungkapan itu. Berdasarkan penalaran itu pula maka menurut hemat saya, tokoh utama peletak kekuatan filsafat Abad Pertengahan adalah St. Anselmus.
Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang terkemuka yaitu Thomas Aquinas. Dia adalah salah satu diantara orang-orang yang berusaha membuat filsafat Aristoteles sesuai dengan agama Kristen[1]. Kita anggap ia menciptakan perpaduan hebat antara iman dan ilmu pengetahuan. Tekanan terhadap pemikiran rasional pada waktu ia hidup telah banyak berkurang. Oleh karena itu ia berhasil mengumumkan filsafar rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa pembuktian tentang adanya Tuhan yang masih dipelajari sampai sekarang.
Zaman ini ditandai dengan tampilnya pada teolog di lapangan ilmu pengetahuan. Para ilmuannya hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada masa itu adalah ancilla theologia atau abdi agama.
Peradaban dunia Islam, terutama pada zaman Bani Umayyah telah menemukan suatu cara pengamatan astronomi pada abad VII Masehi, dan pada abad VIII Masehi telah mendirikan sekolah kedokteran dan astronomi. Pada zaman keemasan kebdayaan Islam telah medirikan penerjemahan berbagai karya Yunani, serta menjadi pembuka jalan penggunaan pecahan decimal dan berbagai konsep hitung lainnya.
Sekitar abad 600-700 M, kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang :
§  Menerjemahkan peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sehingga dapat dikenal       dunia  Barat   seperti sekarang ini.
§  Memperluas pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia, ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
§  Menegaskan sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Perhubungan antara Timur dan Barat selama Perang Salib sangat penting untuk perkembangan kebudayaan Eropa karena pada waktu ekspansi bangsa Arab telah mengambil alih kebudayaan Byzantium, Persia dan Spanyol sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa.
1.       D.    Ilmu pengetahuan zaman Renaissance

Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi Gereja Katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M) dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, Perancis dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa itu, senimusik juga mengalami perkembangan. Adanya penemuan para ahli perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmudan filsafat.
Bacon adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan melihat perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah Knowledge is Power (Pengetahuan adalah kekuasaan). Ada tiga contoh yang dapat membuktikan pernyataan ini, yaitu: mesin menghasilkan kemenangan dan perang modern, kompas memungkinkan manusia mengarungi lautan, percetakan yang mempercepat penyebaran ilmu.
1.       E.     Ilmu Pengetahuan Zaman Kontemporer

Perbedaan antara zaman modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah era perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang. Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa genetika, informasi, dan komunikasi. Zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.
Sasaran rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya teori-teori ilmu sosial, eksakta, dan filsafat yang ada sudah ada sebelumnya, sementara inovasi-inovasi teknologi semakin hari semakin cepat seperti yang kita saksikan dan nikmati sekarang ini. Teknologi merupakan buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan dari generasi ke generasi. Komputer merupakan hasil pengembangan dari perkembangan listrik (elektronika) yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum diketahui kegunaannya. Penemuan bola lampu oleh Edison disusul oleh penemuan radio, televisi, dan komputer.[35] Dari komputer berkembang ke PC (private computer), lap top, dan terakhir simuter yaitu komputer jenis PDA (personal digital assistans).[36] Semua contoh ini merupakan bukti bahwa penemuan teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih berkaitan dengan penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan dengan ukuran fisik yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam keunggulan yang lebih besar.
Salah satu hasil teknologi yang menakjubkan dan kontroversial adalah teknologi rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning. Dr. Gurdon dari Universitas Cambridge adalah orang pertama yang melakukan teknologi ini pada tahun 1961. Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak sehingga tumbuh menjadi kecebong kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry Hall berhasil mengkloning embrio manusia dengan teknik pembelahan. Pada tahun 1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan kloning mamalia pertama dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada tahun yang sama lahir lembu kloning pertama yang diberi mana Gene. Pada tahun 1998, para peneliti di Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko Wakayama berhasil melakukan kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima generasi. Pada tahun 2000, Prof. Gerald Schatten berhasil membuat kera kloning yang diberi nama Tetra. Setelah berbagai keberhasilan teknik kloning yang pernah dilakukan, para ahli malah lebih berencana menerapkan teknik kloning pada manusia.[37)

[1] Jostein Gaarder, Dunia Sophie (Bandung; Mizan, 2000), 201.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar