DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL......................................................................................
i
KATA PENGANTAR ..................................................................................
ii
DAFTAR ISI...................................................................................................
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................
1
B. Rumusan
masalah..................................................................................
2
C.
Tujuan...................................................................................................
2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan
Islam................................................................
3
B. Dasar-dasar Pendidikan
Islam..............................................................
3
C. Tujuan Pendidikan
Islam......................................................................
5
D. Hakikat
Globalisasi...............................................................................
5
E. Problematika Pendidikan Islam
diEra Global.......................................
5
F. Solusi Problematika Pendidikan
Islam diEra Global............................. 11
G. Orientasi Pendidikan Islam Islam
diEra Global................................... 12
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan...........................................................................................
14
B.
Saran.....................................................................................................
15
DAFTAR PUSTAKA
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peran pendidikan sangat penting
dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses
kehidupan manusia. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan
bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan
negara. Jika sistem pendidikanya berfungsi secara optimal maka akan
tercapai kemajuan yang dicita-citakanya sebaliknya bila proses pendidikan yang
dijalankan tidak berjalan secara baik maka tidak dapat mencapai kemajun yang
dicita-citakan. Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai
kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun
hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di
masa depan sangat bergantung pada kontibusinya pendidikan. misalnya sangat
yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di
hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum
Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: Manusia membutuhkan
pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat
mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang
dikenal dan diakui oleh masyarakat”. Namun didalam dunia pendidikan sendiri
banyak masalah-masalah pendidikan yang dihadapi di era globalisasi ini. Baik
itu masalah yang bersifat internal maupun eksternal.
Makalah ini berusaha
mengidentifikasi dan memahami permasalahan-permasalahan pendidikan Islam di era
globalisasi. Perlu pula dikemukakan bahwa permasalah pendidikan yang diuraikan
dalam makalah ini terbatas pada permasalahan pendidikan formal. Namun sebelum
menguraikan permasalahan pendidikan islam di era globalisasi, terlebih dahulu
disajikan uraian singkat tentang fungsi pendidikan. Uraian yang disebut
terakhir ini dianggap penting, karena permasalahan pendidikan pada hakekatnya
terkait erat dengan realisasi fungsi pendidikan.
B. Rumusan Masalah
Perumusan masalah yang diperoleh penyusunan ini sebagai
berikut :
1. Apa pengertian pendidikan islam?
2. Apa dasar-dasar pendidikan islam?
3. Apa tujuan pendikan islam?
4. Bagaimana globalisasi bisa menambah
dalam dunia pendidikan?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian
pendidikan islam.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar
pendidikan islam.
3. Untuk mengetahui tujuan pendikan
islam.
4. Untuk mengetahui Bagaimana globalisasi
bisa menambah dalam dunia pendidikan Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Pendidikan Islam
Pendidikan adalah proses
mempersiapkan masa depan anak didik dalam mencapai tujuan hidup secara efektif
dan efisien.[1]
Sedangkan Pendidikan Islam menurut para tokoh ialah sebagai berikut :
Pertama, menurut Ahmadi mendefinisikan
Pendidikan Islam adalah segala usaha untuk memelihara fitrah manusia serta
sumber daya insani yang ada padanya menuju terbentuknya manusia seutuhnya
(insan kamil) yang sesuai dengan norma Islam. Kedua, menurut Syekh
Musthafa Al-Ghulayani memaknai pendidikan adalah menanamkan akhlak mulia dalam
jiwa murid serta menyiraminya dengan petunjuk dan nasehat, sehingga menjadi
kecenderungan jiwa yang membuahkan keutamaan kebaikan serta cinta belajar yang
berguna bagi tanah air.
Dalam definisi diatas terlihat jelas
bahwa pendidikan Islam itu membimbing anak didik dalam perkembangan dirinya,
baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama pada anak
didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum islam.[2]
B. Dasar-dasar Pendidikan Islam
Menurut Samsul Nizar membagi dasar
pendidikan islam menjadi tiga sumber, yaitu sebagai berikut :
a. Al Qur’an. Al Qur’an adalah kalam
Allah swt. Yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw dalam bahasa arab guna
menjalankan jalan hidup yang membawa kemaslahatan bagi umat manusia (rahmatan
lil ‘alamin), baik di dunia maupun di akhirat. Al Qur’an sebagai petunjuk ( Hudan
) ditunjukkan dalam firmanNya :
ان هذا القرأن يهدى للتى هي أقوم ويبشر المؤمنين الذين يعملون
الصلحت أن لهم أجرا كبيرا
Artinya :
Sesungguhnya Al Quran ini memberikan petunjuk kepada (jalan)
yang lebih Lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang
mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar, (Al Israa’ ayat 9)
Pelaksanaan pendidikan islam harus
senantiasa mengacu pada sumber yang termuat dalam Al Qur’an. Dengan berpegang
pada nilai-nilai tertentu dalam Al Qur’an – teruatama dalam pelaksanaan
pendidikan islam – umat islam akan mampu mengarahkan dan mengantarkan umat
manusia menjadi kreatif dan dinamis serta mampu mencapai esensi nilai-nilai ubudiyah
kepada khaliknya.[3]
b. Sunnah. Keberadaan Sunnah Nabi tidak
lain adalah sebagai penjelas dan penguat hukum-hukum yang ada didalam Al
Qur’an, sekaligus sebagai pedoman bagi kemaslahatan hidup manusia dalam semua
aspeknya. Eksistensinya merupakan sumber inspirasi ilmu pengetahuan yang
berisikan keputusan dan penjelasan Nabi dari pesan-pesan illahiyah yang
tidak terdapat didalam Al Qur’an, maupun yang terdapat didalam Al Qur’an tetapi
masih memerlukan penjelasan lebih lanjut secara terperinci.[4]
c. Ijtihad. Pentingnya Ijtihad tidak
lepas dari kenyataan bahwa pendidikan Islam di satu sisi dituntut agar
senantiasa sesuai dengan dinamika zaman dan IPTEK yang berkembang dengan cepat.
Sementara disisi lain, dituntut agar tetap mempertahankan kekhasannya sebagai
sebuah sistem pendidikan yang berpijak pada nilai-nilai agama. Ini merupakan
masalah yang senantiasa menuntut Mujtahid Muslim di bidang pendidikan untuk
selalu berijtihad sehingga teori pendidikan islam senantiasa relevan dengan
tuntutan zaman dan kemajuan IPTEK.[5]
C. Tujuan Pendidikan Islam
Menurut Muhammad Fadhil al-Jamaly,
tujuan pendidikan islam menurut Al Qur’an meliputi (1) menjelaskan posisi
peserta didik sebagai manusia diantara makhluk Allah lainnya dan tanggung
jawabnya dalam kehidupan ini, (2) menjelaskan hubungannya sebagai makhluk
sosial dan tanggung jawabnya dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. (3)
menjelaskan hubungan manusia dengan alam dan tugasnya untuk mengetahui hikmah
penciptaan dengan cara memakmurkan alam semesta, (4) menjelaskan hubungannya
dengan Kholik sebagai pencipta alam semesta.[6]
D. Hakikat Globalisasi
Globalisasi secara harfiah berasal
dari kata global yang berarti sedunia atau sejagat. Menurut A. Qodry
Azizi, menyebut bahwa era globalisasi berarti terjadinya pertemuan dan gesekan
nilai-nilai budaya dan agama diseluruh dunia yang memanfaatkan jasa komunikasi,
transformasi, dan informasi yang merupakan hasil modernisasi di bidang
teknologi. Proses global ini pada hakikatnya bukan sekedar banjir barang,
melainkan akan melibatkan aspek yang lebih luas, mulai dari keuangan, pemilikan
modal, pasar, teknologi, daya hidup, bentuk pemerintahan, sampai kepada
bentuk-bentuk kesadaran manusia.[7]
E. Problematika Pendidikan Islam Di Era
Global
Pendidikan Islam diakui
keberadaannya dalam sistem pendidikan yang terbagi menjadi tiga hal. Pertama,
Pendidikan Islam sebagai lembaga diakuinya keberadaan lembaga pendidikan
Islam secara Eksplisit. Kedua, Pendidikan Islam sebagai Mata Pelajaran
diakuinya pendidikan agama sebagai salah satu pelajaran yang wajib diberikan
pada tingkat dasar sampai perguruan tinggi. Ketiga, Pendidikan Islam
sebagai nilai (value) yakni ditemukannya nilai-nilai islami dalam sistem
pendidikan.[8]
Walaupun demikian, pendidikan islam tidak luput dari problematika yang muncul
di era global ini. Terdapat dua faktor dalam problematika tersebut, yaitu
faktor internal dan faktor eksternal.
1. Faktor Internal
a. Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam. Tujuan
pendidikan pada dasarnya hanya satu, yaitu memanusiakan manusia, atau
mengangkat harkat dan martabat manusia atau human dignity, yaitu menjadi
khalifah di muka bumi dengan tugas dan tanggung jawab memakmurkan kehidupan dan
memelihara lingkungan. Tujuan pendidikan yang selama ini diorientasikan memang
sangat ideal bahkan, lantaran terlalu ideal, tujuan tersebut tidak pernah
terlaksana dengan baik. Orientasi pendidikan, sebagaimana yang dicita-citakan
secara nasional, barangkali dalam konteks era sekarang ini menjadi tidak
menentu, atau kabur kehilangan orientasi mengingat adalah tuntutan pola
kehidupan pragmatis dalam masyarakat indonesia. Hal ini patut untuk dikritisi
bahwa globalisasi bukan semata mendatangkan efek positif, dengan
kemudahan-kemudahan yang ada, akan tetapi berbagai tuntutan kehidupan yang
disebabkan olehnya menjadikan disorientasi pendidikan. Pendidikan cenderung
berpijak pada kebutuhan pragmatis, atau kebutuhan pasar lapangan, kerja,
sehingga ruh pendidikan islam sebagai pondasi budaya, moralitas, dan social
movement (gerakan sosial) menjadi hilang.[9]
b. Masalah Kurikulum. Sistem
sentralistik terkait erat dengan birokrasi atas bawah yang sifatnya otoriter
yang terkesan pihak “bawah” harus melaksanakan seluruh keinginan pihak “atas”. Dalam system
yang seperti ini inovasi dan pembaruan tidak akan muncul. Dalam bidang
kurikulum sistem sentralistik ini juga mempengaruhi output pendidikan. Tilaar
menyebutkan kurikulum yang terpusat, penyelenggaraan sistem manajemen yang
dikendalikan dari atas telah menghasilkan output pendidikan manusia robot.
Selain kurikulum yang sentralistik, terdapat pula beberapa kritikan kepada
praktik pendidikan berkaitan dengan saratnya kurikulum sehingga seolah-olah
kurikulum itu kelebihan muatan. Hal ini mempengaruhi juga kualitas pendidikan.
Anak-anak terlalu banyak dibebani oleh mata pelajaran.[10]
Dalam realitas sejarahnya,
pengembangan kurikulum Pendidikan Islam tersebut mengalami perubahan-perubahan
paradigma, walaupun paradigma sebelumnya tetap dipertahankan. Hal ini dapat
dicermati dari fenomena berikut : (1) perubahan dari tekanan pada hafalan dan
daya ingat tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama islam, serta disiplin
mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman
tujuan makna dan motivasi beragama islam untuk mencapai tujuan pembelajaran
Pendidikan Islam. (2) perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, dan
absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam
memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai islam.(3) perubahan dari
tekanan dari produk atau hasil pemikiran keagamaan islam dari para pendahulunya
kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut. (4)
perubahan dari pola pengembangan kurikulum pendidikan islam yang hanya
mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum
pendidikan islam ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta
didik, masyarakat untuk mengidentifikasikan tujuan Pendidikan Islam dan cara-cara
mencapainya.[11]
c. Pendekatan/Metode Pembelajaran. Peran guru atau dosen sangat
besar dalam meningkatkan kualitas kompetensi siswa/mahasiswa. Dalam mengajar,
ia harus mampu membangkitkan potensi guru, memotifasi, memberikan suntikan dan
menggerakkan siswa/mahasiswa melalui pola pembelajaran yang kreatif dan
kontekstual (konteks sekarang menggunakan teknologi yang memadai). Pola
pembelajaran yang demikian akan menunjang tercapainya sekolah yang unggul dan
kualitas lulusan yang siap bersaing dalam arus perkembangan zaman. Siswa atau
mahasiswa bukanlah manusia yang tidak memiliki pengalaman. Sebaliknya,
berjuta-juta pengalaman yang cukup beragam ternyata ia miliki. Oleh karena itu,
dikelas pun siswa/mahasiswa harus kritis membaca kenyataan kelas, dan siap
mengkritisinya. Bertolak dari kondisi ideal tersebut, kita menyadari, hingga
sekarang ini siswa masih banyak yang senang diajar dengan metode yang
konservatif, seperti ceramah, didikte, karena lebih sederhana dan tidak ada
tantangan untuk berfikir.
d. Profesionalitas dan Kualitas SDM.
Salah satu masalah besar yang dihadapi dunia pendidikan di Indonesia sejak masa
Orde Baru adalah profesionalisme guru dan tenaga pendidik yang masih belum
memadai. Secara kuantitatif, jumlah guru dan tenaga kependidikan lainnya
agaknya sudah cukup memadai, tetapi dari segi mutu dan profesionalisme masih
belum memenuhi harapan. Banyak guru dan tenaga kependidikan masih unqualified,
underqualified, dan mismatch, sehingga mereka tidak atau kurang
mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar kualitatif.[12]
e. Biaya Pendidikan. Faktor biaya
pendidikan adalah hal penting, dan menjadi persoalan tersendiri yang
seolah-olah menjadi kabur mengenai siapa yang bertanggung jawab atas persoalan
ini. Terkait dengan amanat konstitusi sebagaimana termaktub dalam UUD 45 hasil
amandemen, serta UU Sisdiknas No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional yang memerintahkan negara mengalokasikan dana minimal 20% dari APBN
dan APBD di masing-masing daerah, namun hingga sekarang belum terpenuhi.
Bahkan, pemerintah mengalokasikan anggaran pendidikan genap 20% hingga tahun
2009 sebagaimana yang dirancang dalam anggaran strategis pendidikan.
2. Faktor Eksternal
a. Dichotomic. Masalah besar yang
dihadapi dunia pendidikan islam adalah dichotomy dalam beberapa aspek
yaitu antara Ilmu Agama dengan Ilmu Umum, antara Wahyu dengan Akal setara
antara Wahyu dengan Alam. Munculnya problem dikotomi dengan segala
perdebatannya telah berlangsung sejak lama. Boleh dibilang gejala ini mulai
tampak pada masa-masa pertengahan. Menurut Rahman, dalam melukiskan watak ilmu
pengetahuan islam zaman pertengahan menyatakan bahwa, muncul persaingan yang
tak berhenti antara hukum dan teologi untuk mendapat julukan
sebagai mahkota semua ilmu.
b. To General Knowledge. Kelemahan
dunia pendidikan islam berikutnya adalah sifat ilmu pengetahuannya yang masih
terlalu general/umum dan kurang memperhatikan kepada upaya penyelesaian masalah
(problem solving). Produk-produk yang dihasilkan cenderung kurang
membumi dan kurang selaras dengan dinamika masyarakat. Menurut Syed Hussein
Alatas menyatakan bahwa, kemampuan untuk mengatasi berbagai permasalahan,
mendefinisikan, menganalisis dan selanjutnya mencari jalan keluar/pemecahan
masalah tersebut merupakan karakter dan sesuatu yang mendasar kualitas sebuah
intelektual. Ia menambahkan, ciri terpenting yang membedakan dengan
non-intelektual adalah tidak adanya kemampuan untuk berfikir dan tidak mampu
untuk melihat konsekuensinya.
c. Lack of Spirit of Inquiry. Persoalan
besar lainnya yang menjadi penghambat kemajuan dunia pendidikan islam ialah
rendahnya semangat untuk melakukan penelitian/penyelidikan. Syed Hussein Alatas
merujuk kepada pernyataan The Spiritus Rector dari Modernisme Islam, Al
Afghani, Menganggap rendahnya “The Intellectual Spirit” (semangat
intelektual) menjadi salah satu faktor terpenting yang menyebabkan kemunduran
Islam di Timur Tengah.
d. Memorisasi. Rahman menggambarkan
bahwa, kemerosotan secara gradual dari standar-standar akademis yang
berlangsung selama berabad-abad tentu terletak pada kenyataan bahwa, karena
jumlah buku-buku yang tertera dalam kurikulum sedikit sekali, maka waktu yang
diperlukan untuk belajar juga terlalu singkat bagi pelajar untuk dapat
menguasai materi-materi yang seringkali sulit untuk dimengerti, tentang
aspek-aspek tinggi ilmu keagamaan pada usia yang relatif muda dan belum matang.
Hal ini pada gilirannya menjadikan belajar lebih banyak bersifat studi
tekstual daripada pemahaman pelajaran yang bersangkutan. Hal ini
menimbulkan dorongan untuk belajar dengan sistem hafalan (memorizing)
daripada pemahaman yang sebenarnya. Kenyataan menunjukkan bahwa abad-abad
pertengahan yang akhir hanya menghasilkan sejumlah besar karya-karya komentar
dan bukan karya-karya yang pada dasarnya orisinal.
e. Certificate Oriented. Pola yang
dikembangkan pada masa awal-awal Islam, yaitu thalab al’ilm, telah
memberikan semangat dikalangan muslim untuk gigih mencari ilmu, melakukan
perjalanan jauh, penuh resiko, guna mendapatkan kebenaran suatu hadits, mencari
guru diberbagai tempat, dan sebagainya. Hal tersebut memberikan isyarat bahwa
karakteristik para ulama muslim masa-masa awal didalam mencari ilmu adalah knowledge
oriented. Sehingga tidak mengherankan jika pada masa-masa itu, banyak lahir
tokoh-tokoh besar yang memberikan banyak konstribusi berharga, ulama-ulama encyclopedic,
karya-karya besar sepanjang masa. Sementara, jika dibandingkan dengan pola
yang ada pada masa sekarang dalam mencari ilmu menunjukkan kecenderungan adanya
pergeseran dari knowledge oriented menuju certificate oriented semata.
Mencari ilmu hanya merupakan sebuah proses untuk mendapatkan sertifikat atau
ijazah saja, sedangkan semangat dan kualitas keilmuan menempati prioritas
berikutnya.[13]
F. Solusi Problematika Pendidikan Islam
Di Era Global
Pendidikan memiliki keterkaitan erat
dengan globalisasi. Pendidikan tidak mungkin menisbikan proses globalisasi yang
akan mewujudkan masyarakat global ini. Dalam menuju era globalisasi, indonesia
harus melakukan reformasi dalam proses pendidikan, dengan tekanan menciptakan
sistem pendidikan yang lebih komprehensif, dan fleksibel, sehingga para lulusan
dapat berfungsi secara efektif dalam kehidupan masyarakat global demokratis.
Untuk itu, pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para
peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif
dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab. Disamping itu,
pendidikan harus menghasilkan lulusan yang dapat memahami masyarakatnya dengan
segala faktor yang dapat mendukung mencapai sukses ataupun penghalang yang
menyebabkan kegagalan dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu alternatif yang
dapat dilakukan adalah mengembangkan pendidikan yang berwawasan global.[14]
Selain itu, program pendidikan harus
diperbaharui, dibangun kembali atau dimoderenisasi sehingga dapat memenuhi
harapan dan fungsi yang dipikulkan kepadanya. Sedangkan solusi pokok menurut
Rahman adalah pengembangan wawasan intelektual yang kreatif dan dinamis dalam
sinaran dan terintegrasi dengan Islam harus segera dipercepat prosesnya.
Sementara itu, menurut Tibi, solusi pokoknya adalah secularization, yaitu
industrialisasi sebuah masyarakat yang berarti diferensiasi fungsional dari
struktur sosial dan sistem keagamaannya.[15]
Berbagai macam tantangan tersebut
menuntut para penglola lembaga pendidikan, terutama lembaga pendidikan Islam
untuk melakukan nazhar atau perenungan dan penelitian kembali apa yang
harus diperbuat dalam mengantisipasi tantangan tersebut, model-model pendidikan
Islam seperti apa yang perlu ditawarkan di masa depan, yang sekiranya mampu
mencegah dan atau mengatasi tantangan tersebut. Melakukan nazhar dapat
berarti at-taammul wa al’fahsh, yakni melakukan perenungan atau menguji
dan memeriksanya secara cermat dan mendalam, dan bias berarti taqlib
al-bashar wa al-bashirah li idrak al-syai’ wa ru’yatihi, yakni melakukan
perubahan pandangan (cara pandang) dan cara penalaran (kerangka pikir) untuk
menangkap dan melihat sesuatu, termasuk di dalamnya adalah berpikir dan
berpandangan alternatif serta mengkaji ide-ide dan rencana kerja yang telah
dibuat dari berbagai perspektif guna mengantisipasi masa depan yang lebih baik.[16]
G. Orientasi Pendidikan Islam Di Era
Global
Menurut Ahmad Tantowi, dengan adanya
era globalisasi ini perlu adanya rumusan orientasi pendidikan Islam yang sesuai
dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat. Orientasi tersebut ialah
sebagai berikut :
- Pendidikan Islam sebagai Proses Penyadaran. Pendidikan Islam harus diorientasikan untuk menciptakan “kesadaran kritis” masyarakat. Sehingga dengan kesadaran kritis ini akan mampu menganalisis hubungan faktor-faktor sosial dan kemudian mencarikan jalan keluarnya. Hubungan antara kesadaran tersebut dengan pendidikan Islam dan globalisasi ialah agar umat Islam bisa melihat secara kritis bahwa implikasi-implikasi dari globalisasi bukanlah sesuatu yang given atau takdir yang sudah digariskan oleh Tuhan, akan tetapi sebagai konsekuensi logis dari sistem dan struktur globalisasi itu sendiri.
- Pendidikan Islam sebagai Proses Humanisasi. Proses Humanisasi dalam pendidikan Islam dimaksudkan sebagai upaya mengembangkan manusia sebagai makhluk hidup yang tumbuh dan berkembang dengan segala potensi (fitrah) yang ada padanya. Manusia dapat dibesarkan (potensi jasmaninya) dan diberdayakan (ptoensi rohaninya) agar dapat berdiri sendiri dan dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
- Pendidikan Islam sebagai Pembinaan Akhlak al-Karimah. Akhlak merupakan domain penting dalam kehidupan masyarakat, apalagi di era globalisasi ini. Tidak adanya akhlak dalam tata kehidupan masyarakat akan menyebabkan hancurnya masyarakat itu sendiri. Hal ini bisa diamati pada kondisi yang ada di negeri ini. Menurut Abuddin Nata, hal seperti ini pada awalnya hanya menerpa sebagian kecil elit politik (penguasa), tetapi kini ia telah menjalar kepada masyarakat luas, termasuk kalangan pelajar. Bagi pendidikan Islam, masalah pembinaan akhlak sesungguhnya bukan sesuatu yang baru. Sebab akhlak memang merupakan misi utama agama Islam. Hanya saja, akibat penetrasi budaya sekuler barat, belakangan ini masalah pembinaan akhlak dalam institusi pendidikan Islam tampak lemah. Untuk itu, pendidikan Islam harus dikembalikan kepada fitrahnya sebagai pembinaan akhlaq al-karimah, dengan tanpa mengesampingkan dimensi-dimensi penting lainnya yang harus dikembangkan dalam institusi pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal. Pembinaan akhlak sebagai (salah satu) orientasi pendidikan Islam di era globalisasi ini adalah sesuatu yang tidak bisa ditawar-tawar. Sebab eksis tidaknya suatu bangsa sangat ditentukan oleh akhlak masyarakatnya.[17]
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari beberapa penjelasan singkat
diatas, maka penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut :
- Hakikat pendidikan Islam ialah untuk membimbing anak didik dalam perkembangan dirinya, baik jasmani maupun rohani menuju terbentuknya kepribadian yang utama pada anak didik nantinya yang didasarkan pada hukum-hukum islam. Sedangkan hakikat dari Globalisasi bukan sekedar banjir barang, melainkan akan melibatkan aspek yang lebih luas, mulai dari keuangan, pemilikan modal, pasar, teknologi, daya hidup, bentuk pemerintahan, sampai kepada bentuk-bentuk kesadaran manusia.
- Problematika Pendidikan Islam di era global ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal yang didalmnya ada : Relasi Kekuasaan dan Orientasi Pendidikan Islam, Masalah Kurikulum, Pendekatan/Metode Pembelajaran, Profesionalitas dan Kualitas SDM, dan Biaya Pendidikan. Dan faktor eksternal yang meliputi Dichotomic, To General Knowledge, Lack of Spirit of Inquiry, Memorisasi, dan Certificate Oriented.
- Solusi dari problematika tesebut ialah pendidikan Islam harus dikembalikan kepada fitrahnya dengan tanpa mengesampingkan dimensi-dimensi penting lainnya yang harus dikembangkan dalam institusi pendidikan, baik formal, informal, maupun nonformal. Serta pendidikan harus dirancang sedemikian rupa yang memungkinkan para peserta didik mengembangkan potensi yang dimiliki secara alami dan kreatif dalam suasana penuh kebebasan, kebersamaan, dan tanggung jawab.
- Pendidikan Islam di Era Global ini diorientasikan bahwa Pendidikan Islam sebagai Proses Penyadaran, sebagai Proses Humanisasi, dan sebagai Pembinaan Akhlak al-Karimah
B. Saran
Penulis menyadari bahwa Makalah ini
masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, Penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari para pembaca. Dan sebelum penulis menutup Makalah
ini, Penulis ingin memohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada yang kurang
berkenan dalam penyusunan Makalah ini. Akhirnya, Segala puji bagi Allah yang
telah mencurahkan rahmat-Nya dan menerangkan pikiran-pikiran sehingga penulis
dapat menyelesaikan Makalah ini. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan
kepada Nabi Muhammad SAW sebagai rasa terima kasih penulis atas segala
petunjuk-Nya. Sebagai penutup Penulis sungguh sangat berharap semoga Makalah
ini dapat bermanfaat bagi para pembaca. Amin.
DAFTAR PUSTAKA
Ali,
Hasmiyati Gani, Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta : Quantum Teaching
Ciputat Press Group, 2008
Daulay,
Haidar Putra, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, Jakarta :
Rineka Cipta, 2009
Muhaimin,
Nuansa Baru Pendidikan Islam : mengurai benang kusut dunia pendidikan,
Jakarta : PT. Raja Grafindo
Persada, 2006
Nizar, Samsul, Filsafat Pendidikan
Islam : Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, Jakarta : Ciputat Pers,
2002
Rembangy, Musthofa, Pendidikan
Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan di Tengah Pusaran Arus
Globalisasi, Yogyakarta : Teras, 2010
SM, Isma’il, Strategi Pembelajaran
Islam Berbasis PAIKEM : Pembelajaran Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif, dan
Menyenangkan, Semarang : Rasail, 2008
Tantowi, Ahmad, Pendidikan Islam di
Era Transformasi Global, Semarang : Pustaka Rizki Putra, 2009
Wahid, Abdul, Isu-isu Kontemporer
Pendidikan Islam, Semarang : Need’s Press, 2008
Zamroni, Paradigma Pendidikan Masa
Depan, Jogjakarta : Gigraf Publishing, 2000
[1] Hasmiyati
Gani Ali, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : Quantum Teaching, Ciputat
Press Group, 2008), h. 13
[2] Isma’il
SM, Strategi Pembelajaran Islam Berbasis PAIKEM : Pembelajaran Aktif,
Inovatif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan, (Semarang : Rasail, 2008),
Cet. I, h. 34
[3] Ahmad
Tantowi, Pendidikan Islam di Era Transformasi Global, (Semarang :
Pustaka Rizki Putra, 2009), Cet. I, h. 15
[6] Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan
Islam :Pendekatan Historis, Teoritis, dan Praktis, (Jakarta : Ciputat Pers,
2002), Cet. I, h. 36
[8] Haidar
Putra Daulay, Dinamika Pendidikan Islam di Asia Tenggara, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2009), Cet. I, h. 44
[9] Musthofa
Rembangy, Pendidikan Transformatif : Pergulatan Kritis Merumuskan Pendidikan
di Tengah Pusaran Arus Globalisasi, (Yogyakarta : Teras, 2010), Cet. II, h.
20
[10] Haidar
Putra Daulay, Pendidikan Islam : Dalam Sistem Pendidikan Nasional di
Indonesia, (Jakarta : Kencana, 2004), Cet. I, h. 205
[11] Muhaimin,
Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2007), h. 11
[13] Abdul
Wahid, Isu-isu Kontemporer Pendidikan Islam, (Semarang : Need’s Press,
2008), Cet. I, h. 14
[14] Zamroni, Paradigma
Pendidikan Masa Depan, (Jogjakarta : Gigraf Publishing, 2000), Cet. I, h.
90
[16] Muhaimin, Nuansa
Baru Pendidikan Islam : mengurai benang kusut dunia pendidikan, (Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 2006), h. 86
Tidak ada komentar:
Posting Komentar