Sejarah
Perkembangan Ilmu Pengetahuan
BAB I
PENDAHULUAN
1.
Latar belakang
“Sejarah
tertulis berisi rekaman yang sangat sporadis dan tidak lengkap”, demikian
Gordon Childe menulis, “tentang apa yang telah manusia lakukan di berbagai
belahan dunia selama lima ribu tahun terakhir”. Idealnya sejarah adalah rekaman
tentang semua rentetan peristiwa yang telah terjadi, yang berfungsi sebagai
pengungkap segala sesuatu sesuai dengan fakta yang ada tanpa distorsi
sedikitpun, tetapi pada kenyataannya ia hanya mengungkap sebagian rentetan
peristiwa tersebut dan tidak bisa lepas sepenuhnya dari rekayasa yang biasanya
dilakukan oleh penguasa politik.
Di
dalam sejarah, ada juga yang bernama sejarah ilmu, dan pada dasarnya merupakan
sejarah pikiran umat manusia yang terlepas dari asal usul kebangsaan maupun
asal mula negara, dan pembagian lintasan sejarah ilmu yang paling tepat adalah
menurut urutan waktu dan bukan berdasarkan pembagian negara, lintasan sejarah
ilmu terbaik mengikuti pembagian kurun waktu dari satu zaman yang terdahulu ke
zaman berikutnya.
Sebelum memaparkan sejarah ilmu pengetahuan, di sini akan di
jelaskan secara singkat perbedaan antara pengetahuan dan ilmu agar tidak
terjadi kesalahpahaman. Ilmu adalah bagian dari pengetahuan yang
terklasifikasi, tersistem, terstruktur, dan terukur serta dapat dibuktikan
kebenarannya secara empiris. Sementara itu, pengetahuan adalah keseluruhan
pengetahuan yang belum tersusun, baik mengenai metafisik maupun fisik. Dapat
juga dikatakan pengetahuan adalah informasi yang berupa common sense, sedangkan ilmu sudah
merupakan bagian yang lebih tinggi dari itu karena memiliki metode dan
mekanisme tertentu. Jadi ilmu lebih khusus daripada pengetahuan, tetapi tidak
berarti semua ilmu adalah pengetahuan.
1. Rumusan
masalah
Dalam
makalah ini akan membahas beberapa tahapan periodisasi perkembangan ilmu,
tahapan tahapan tersebut di antaranya :
§ Ilmu
pengetahuan pada zaman purba
§ Ilmu
pengetahuan pada zaman yunani kuno
§ Ilmu
pengetahuan pada zaman abad pertengahan
§ Ilmu
pengetahuan pada Zaman Renaissance
§ Ilmu
pengetahuan pada zaman kontemporer
BAB II
PEMBAHASAN
1.
A. Ilmu
Pengetahuan Zaman Purba
Di
dalam zaman purba secara garis besar ada dua masa yang tercatat, masa itu di
antaranya :
§ Zaman
batu
Mencakup
masa antara 4.000.000 tahun sebelum masehi sampai kira-kira 20.000/10.000 tahun
sebelum masehi. Adapun bahan-bahan yang ditemukan pada zaman ini antara lain :
1. Alat-alat
dari batu dan tulang.
2. Tulang-belulang
hewan
3. Sisa-sisa
beberapa tanaman.
4. Gambar
dalam gua.
5. Tempat-tempat
penguburan.
6. Tulang
belulang manusia purba.
Menurut
beberapa penelitian secara mendalam, peninggalan-peninggalan diatas kecuali
gambar dan tempat penguburan merupakan kebudayaan, karena perbaikan bentuk
membuktikan bahwa makhluk tersebut jika dilihat dari sisi psikologis ada
kemampuan-kemampuan yang apabila diurutkan sebagai berikut :
a. Kemampuan
mencetuskan konsep tentang alat.
b. Kemampuan
menghayati dan mengalamiri
c. Kemampuan
membedakan dan memilih.
d. Kemampuan
untuk bergerak maju (progres).
Setelah
beberapa ratus ribu tahun manusia purba menemukan alat-alat batu, maka disusul
menemukan api, dan perunggu dan besi. Dan akhirnya berhasil mendapatkan tanaman
dan ternak.
§ Masa
15.000 – kurang lebih 600 tahun sebelum masehi
Pembatasan
yang dilakukan tidaklah merupakan batasan yang tajam dan pasti, hal ini
dilakukan agar memudahkan dan sebagai acuan dasar pemikiran. Selain itu,
peristiwa yang dijelaskan disini hanyalah khusus peristiwa-peristiwa yang
terjadi di lautan tengah, karena di daerah ini sudah cukup banyak bahan yang
terkumpul dan memperlihatkan bagian-bagian yang cukup jelas dan juga daerah ini
merupakan daerah yang berhubungan erat dengan perkembangan ilmu pengetahuan
modern.
Warisan
pengetahuan berdasarkan empirik dan pelaksanaannya, mendasari kehidupan zaman
ini secara luas. Tetapi atas dasar yang luas tersebut, tumbuh soal-soal baru,
yaitu kemampuan menulis-membaca dan berhitung.
Kemampuan menulis-membaca. Dengan adanya kemampuan menulis, maka
peristiwa dapat segera dicatat, sehingga tingkat kesalahan dapat diperkecil
sekecil mungkin. Maka, pengetahuan dapat mencapai masyarakat yang lebih luas
daripada yang dapat dijangkau oleh penyebaran dari mulut ke mulut saja (socialization of knowledge). Hal ini mengakibatkan
kemajuan yang dicapai dalam jangka waktu kurang lebih 10.000 tahun ini
besar sekali, jauh lebih pesat daripada yang terjadi pada zaman batu, yang
berlangsung selama kira-kira dua juta tahun. Sebagai buktinya, pada zaman ini
banyak muncul kerajaan besar seperti Mesir, Sumeria, Babylon, Niniveh, India,
Cina, dan sebagainya.
Kemampuan
Berhitung. Timbulnya kemampuan ini melalui proses yang serupa dengan kemampuan
menulis.
Manusia zaman batu tidak meninggalkan bukti-bukti tentang
kemampuan berhitung. Namun, oleh karena mereka sudah mempunyai ternak, maka
dimungkinkan perhitungan terjadi tanpa menghitung 1-2-3-4 dan seterusnya.
Secara teoritis mereka mungkin menempuh cara yanng dalam metematika modern
disebut sebagai mapping procces (tallying).
Kalau
diringkaskan, maka zaman purba diiatndai oleh 5 kemampun, yaitu:
1. Know how dalam
kehidupan sehari-hari
2. Pengetahuan yang
berdasarkan pengalaman. Pengalamna itu diterima sebagai fakta oleh sikap receptive mind, yang kalaupun ada
keterangan tentang fakta tersebut, maka keterangan itu bersikap mistis, magis,
dan religius.
3. Kemampuan
menemukan abjad dan natural number system berbagai jenis siklus, yang
kesemuanya berdasarkan proses abstraksi.
4. Kemampuan
menulis, berhitung, dan menyusun kalender, yang kesemuanya berdasarkan proses
sintesa terhadap hasil abstraksi yang dilakukan.
5. Kemampuan
meramalkan berdasarkan peristiwa-peristiwa fisis, misalnya seperti gerhana
bulan.
Terlepas
dari perbedaan pendapat mengenai permulaan zaman pra-sejarah dan zaman sejarah,
dapat ditarik kesimpulan bahwa ilmu lahir seiring dengan adanya manusia di muka
bumi hanya saja penamaan ilmu-ilmu itu biasanya muncul belakangan. Penekanan
terhadap kegunaan dan aplikasi cenderung lebih diutamakan daripada penamaannya.
1. B. Ilmu Pengetahuan Zaman Yunani
Kuno
Yunani
kuno sangat identik dengan filsafat. Ketika kata Yunani disebutkan, maka yang
terbesit di pikiran para peminat kajian keilmuan bisa dipastikan adalah
filsafat. Padahal filsafat dalam pengertian yang sederhana sudah ada jauh
sebelum para filosof klasik Yunani menekuni dan mengembangkannya. Filsafat di
tangan mereka menjadi sesuatu yang sangat berharga bagi perkembangan ilmu
pengetahuan pada generasi-generasi setelahnya.
Ia
ibarat pembuka pintu-pintu aneka ragam disiplin ilmu yang pengaruhnya terasa
hingga sekarang. Sehingga wajar saja bila generasi-generasi setelahnya merasa
berhutang budi padanya, termasuk juga umat Islam pada abad pertengahan masehi
bahkan hingga sekarang. Tanpa mengkaji dan mengembangkan warisan filsafat
Yunani rasanya sulit bagi umat Islam kala itu merengkuh zaman keemasannya.
Begitu juga orang Barat tanpa mengkaji pengembangan filsafat Yunani yang
dikembangkan oleh umat Islam rasanya sulit bagi mereka membangun kembali
peradaban mereka yang pernah mengalami masa-masa kegelapan menjadi sangat maju
dan mengungguli peradaban-peradaban besar lainnya seperti sekarang ini.
Filosof
alam pertama yang mengkaji tentang asal-usul alam adalah Thales (624-546 SM),
setelah itu Anaximandros (610-540 SM), Heraklitos (540-480 SM), Parmenides
(515-440 SM), dan Phytagoras (580-500). Thales, yang dijuluki bapak filsafat,
berpendapat bahwa asal alam adalah air. Menurut Anaximandros substansi pertama
itu bersifat kekal, tidak terbatas, dan meliputi segalanya yang dinamakan
apeiron, bukan air atau tanah. Heraklitos melihat alam semesta selalu dalam
keadaan berubah. Baginya yang mendasar dalam alam semesta adalah bukan
bahannya, melainkan aktor dan penyebabnya yaitu api. Bertolak belakang dengan
Heraklitos, Parmenides berpendapat bahwa realitas merupakan keseluruhan yang
bersatu, tidak bergerak dan tidak berubah. Phytagoras berpendapat bahwa
bilangan adalah unsur utama alam dan sekaligus menjadi ukuran. Unsur-unsur
bilangan itu adalah genap dan ganjil, terbatas dan tidak terbatas.
Jasa
Phytagoras sangat besar dalam pengembangan ilmu, terutama ilmu pasti dan ilmu
alam. Ilmu yang dikembangkan kemudian hari sampai hari ini sangat bergantung
pada pendekatan matematika. Jadi setiap filosof mempunyai pandangan berbeda
mengenai seluk beluk alam semesta. Perbedaan pandangan bukan selalu berarti
negatif, tetapi justeru merupakan kekayaan khazanah keilmuan. Terbukti sebagian
pandangan mereka mengilhami generasi setelahnya.
Setelah
mereka kemudian muncul beberapa filosof Sofis sebagai reaksi terhadap
ketidakpuasan mereka terhadap jawaban dari para filosof alam dan mengalihkan
penelitian mereka dari alam ke manusia. Bagi mereka, manusia adalah ukuran
kebenaran sebagaimana diungkapkan oleh Protagoras (481-411 SM), tokoh utama
mereka. Pandangan ini merupakan cikal bakal humanisme. Menurutnya, kebenaran
bersifat subyektif dan relatif. Akibatnya, tidak akan ada ukuran yang absolut
dalam etika, metafisika, maupun agama. Bahkan dia tidak menganggap teori
matematika mempunyai kebenaran absolut. Selain Protagoras ada Gorgias (483-375
SM). Menurutnya, penginderaan tidak dapat dipercaya. Ia adalah sumber ilusi.
Akal juga tidak mampu meyakinkan kita tentang alam semesta karena akal kita
telah diperdaya oleh dilema subyektifitas. Pengaruh positif gerakan kaum sofis
cukup terasa karena mereka membangkitkan semangat berfilsafat. Mereka tidak
memberikan jawaban final tentang etika, agama, dan metafisika.
Pandangan
para filosof Sofis tersebut disanggah oleh para filosof setelahnya seperti
Socrates (470-399 SM), Plato (429-347 SM), dan Aristoteles (384-322 SM).
Menurut mereka, ada kebenaran obyektif yang bergantung kepada manusia. Socrates
membuktikan adanya kebenaran obyektif itu dengan menggunakan metode yang
bersifat praktis dan dijalankan melalui percakapan-percakapan. Menurutnya,
kebenaran universal dapat ditemukan. Bagi Plato, esensi mempunyai realitas yang
ada di alam idea. Kebenaran umum ada bukan dibuat-buat bahkan sudah ada di alam
idea.
Filsafat
Yunani klasik mengalami puncaknya di tangan Aristoteles. Dia adalah filosof
yang pertama kali membagi filsafat pada hal yang teoritis (logika, metafisika,
dan fisika) dan praktis (etika, ekonomi, dan politik). Pembagian ilmu inilah
yang menjadi pedoman bagi klasifikasi ilmu di kemudian hari. Dia dianggap
sebagai bapak ilmu karena mampu meletakkan dasar-dasar dan metode ilmiah secara
sistematis. Karena demikian meresapnya serta lamanya pengaruh ajaran-ajaran
Plato dan Aristoteles, A.N. Whitehead memberikan catatan bahwa segenap filsafat
sesudah masa hidup keduanya sesungguhnya merupakan usulan-usulan belaka
terhadap ajaran-ajaran mereka. Pendapat Whitehead tidak seluruhnya benar karena
umat Islam, misalnya, selain mengembangkan filsafat mereka, mereka juga
melakukan inovasi di beberapa persoalan filsafat Yunani sehingga memiliki
karakteristik islami.
1. C. Abad Pertengahan
Akal
pada abad Pertengahan ini benar-benar kalah. Hal ini kelihatan dengan jelas
pada filsafat Plotinus, Agustinus, Anselmus. Pada Aquinas penghargaan terhadap
akal muncul kembali dan karena itu filsafatnya banyak mendapat kritik. Dan abad
Pertengahan ini merupakan pembalasan terhadap dominasi akal yang hampir seratus
persen pada zaman Yunani sebelumnya, terutama pada zaman Sofis.
Pemasungan
akal dengan jelas terlihat pada pemikiran Plotinus. Ia mengatakan bahwa Tuhan
(ia mewakili metafisika) bukan untuk dipahami, melainkan untuk dirasakan. Oleh
karena itu, tujuan filsafat (dan tujuan hidup secara umum) adalah beratu dengan
Tuhan. Jadi, dalam hidup ini, rasa itulah satu-satunya yang dituntut oleh kitab
suci, pedoman hidup semua manusia. Filsafat rasional dan sains tidak begitu
penting; mempelajarinya merupakan usaha yang sia-sia, karena Simplicius, salah
seorang pengikut Plotinus, telah menutup sama sekali ruang gerak rasional, iman
telah menang mutlak. Karena iman harus mutlak, orang-orang yang masih hidup juga
menghidupkan filsafat (akal) harus dimusuhi.
Agustinus
mengganti akal dengan iman; potensi manusia yang diakui pada zaman Yunani
diganti dengan kuasa Allah. Ia mengatakan bahwa kita tidak perlu dipimpin oleh
pendapat bahwa kebenaran itu relative. Kebenaran itu mutlak yaitu ajaran agama.
Ciri khas dari pada filsafat Abad Pertengahan terletak pada
suatu rumusan yang terkenal yang dikemukakan oleh Saint Anselmus, yaitu credo ut intelligam. Rumusan itu berarti
iman lebih dahulu, setelah itu mengerti. Imanlah lebih dahulu. Misalnya, bahwa
dosa warisan itu ada, setelah itu susunlah argument untuk memahaminya, mungkin
juga untuk meneguhkan keimanan itu.
Sifat
ini berlawanan dengan sifat filsafat raional. Dalam filsafat rasional,
pengertian itulah yang didahulukan; setelah dimengerti, baru mungkin diterima
dan kalau mau; diimani. Mengikuti jalan pikiran inilah maka saya berkesimpulan
bahwa jantung filsafat Abad Pertengahan Kristen terletak pada ungkapan itu.
Berdasarkan penalaran itu pula maka menurut hemat saya, tokoh utama peletak
kekuatan filsafat Abad Pertengahan adalah St. Anselmus.
Abad Pertengahan melahirkan juga filosof yang terkemuka yaitu
Thomas Aquinas. Dia adalah salah satu diantara orang-orang yang berusaha
membuat filsafat Aristoteles sesuai dengan agama Kristen[1]. Kita anggap ia menciptakan perpaduan hebat antara iman
dan ilmu pengetahuan. Tekanan terhadap pemikiran rasional pada waktu ia hidup
telah banyak berkurang. Oleh karena itu ia berhasil mengumumkan filsafar
rasionalnya. Yang terkenal adalah beberapa pembuktian tentang adanya Tuhan yang
masih dipelajari sampai sekarang.
Zaman ini ditandai dengan tampilnya pada teolog di lapangan ilmu
pengetahuan. Para ilmuannya hampir semua adalah para teolog, sehingga aktivitas
ilmiah terkait dengan aktivitas keagamaan. Semboyan yang berlaku bagi ilmu pada
masa itu adalah ancilla
theologia atau abdi agama.
Peradaban
dunia Islam, terutama pada zaman Bani Umayyah telah menemukan suatu cara
pengamatan astronomi pada abad VII Masehi, dan pada abad VIII Masehi telah
mendirikan sekolah kedokteran dan astronomi. Pada zaman keemasan kebdayaan
Islam telah medirikan penerjemahan berbagai karya Yunani, serta menjadi pembuka
jalan penggunaan pecahan decimal dan berbagai konsep hitung lainnya.
Sekitar abad 600-700 M, kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang :
Sekitar abad 600-700 M, kemajuan ilmu pengetahuan berada di peradaban dunia Islam. Sumbangan sarjana Islam dapat diklasifikasikan ke dalam tiga bidang :
§ Menerjemahkan
peninggalan bangsa Yunani dan menyebarluaskannya sehingga dapat
dikenal dunia Barat
seperti sekarang ini.
§ Memperluas
pengamatan dalam lapangan ilmu kedokteran, obat-obatan, astronomi, ilmu kimia,
ilmu bumi dan ilmu tumbuh-tumbuhan.
§ Menegaskan
sistem desimal dan dasar-dasar aljabar.
Perhubungan
antara Timur dan Barat selama Perang Salib sangat penting untuk perkembangan
kebudayaan Eropa karena pada waktu ekspansi bangsa Arab telah mengambil alih
kebudayaan Byzantium, Persia dan Spanyol sehingga tingkat kebudayaan Islam jauh
lebih tinggi daripada kebudayaan Eropa.
1. D. Ilmu pengetahuan zaman Renaissance
Renaisans merupakan era sejarah yang penuh dengan kemajuan
dan perubahan yang mengandung arti bagi perkembangan ilmu. Zaman yang menyaksikan
dilancarkannya tantangan gerakan reformasi terhadap keesaan dan supremasi
Gereja Katolik Roma, bersamaan dengan berkembangnya Humanisme. Zaman ini juga
merupakan penyempurnaan kesenian, keahlian, dan ilmu yang diwujudkan dalam diri
jenius serba bisa, Leonardo da Vinci. Penemuan percetakan (kira-kira 1440 M)
dan ditemukannya benua baru (1492 M) oleh Columbus memberikan dorongan lebih
keras untuk meraih kemajuan ilmu. Kelahiran kembali sastra di Inggris, Perancis
dan Spanyol diwakili Shakespeare, Spencer, Rabelais, dan Ronsard. Pada masa
itu, senimusik juga mengalami perkembangan. Adanya penemuan para ahli
perbintangan seperti Copernicus dan Galileo menjadi dasar bagi munculnya
astronomi modern yang merupakan titik balik dalam pemikiran ilmudan filsafat.
Bacon
adalah pemikir yang seolah-olah meloncat keluar dari zamannya dengan melihat
perintis filsafat ilmu. Ungkapan Bacon yang terkenal adalah Knowledge is
Power (Pengetahuan adalah kekuasaan). Ada tiga contoh yang dapat
membuktikan pernyataan ini, yaitu: mesin menghasilkan kemenangan dan perang modern,
kompas memungkinkan manusia mengarungi lautan, percetakan yang mempercepat
penyebaran ilmu.
1. E. Ilmu Pengetahuan Zaman
Kontemporer
Perbedaan
antara zaman modern dengan zaman kontemporer yaitu zaman modern adalah era
perkembangan ilmu yang berawal sejak sekitar abad ke-15, sedangkan zaman
kontemporer adalah era perkembangan terakhir yang terjadi hingga sekarang.
Perkembangan ilmu di zaman ini meliputi hampir seluruh bidang ilmu dan
teknologi, ilmu-ilmu sosial seperti sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi,
hukum, dan politik serta ilmu-ilmu eksakta seperti fisika, kimia, dan biologi
serta aplikasi-aplikasinya di bidang teknologi rekayasa genetika, informasi,
dan komunikasi. Zaman kontemporer identik dengan rekonstruksi, dekonstruksi, dan
inovasi-inovasi teknologi di berbagai bidang.
Sasaran
rekonstruksi dan dekonstruksi biasanya teori-teori ilmu sosial, eksakta, dan
filsafat yang ada sudah ada sebelumnya, sementara inovasi-inovasi teknologi
semakin hari semakin cepat seperti yang kita saksikan dan nikmati sekarang ini.
Teknologi merupakan buah dari perkembangan ilmu pengetahuan yang dikembangkan
dari generasi ke generasi. Komputer merupakan hasil pengembangan dari
perkembangan listrik (elektronika) yang pada awal penemuannya oleh Faraday belum
diketahui kegunaannya. Penemuan bola lampu oleh Edison disusul oleh penemuan
radio, televisi, dan komputer.[35] Dari komputer berkembang ke PC (private
computer), lap top, dan terakhir simuter yaitu komputer jenis PDA (personal
digital assistans).[36] Semua contoh ini merupakan bukti bahwa penemuan
teknologi sebagai buah perkembangan ilmu masih berkaitan dengan
penemuan-penemuan sebelumnya yang kemudian dikembangkan dengan ukuran fisik
yang semakin kecil, tetapi memiliki beragam keunggulan yang lebih besar.
Salah
satu hasil teknologi yang menakjubkan dan kontroversial adalah teknologi
rekayasa genetika yang berupa teknologi kloning. Dr. Gurdon dari Universitas
Cambridge adalah orang pertama yang melakukan teknologi ini pada tahun 1961.
Gurdon berhasil memanipulasi telur-telur katak sehingga tumbuh menjadi kecebong
kloning. Pada tahun 1993, Dr. Jerry Hall berhasil mengkloning embrio manusia
dengan teknik pembelahan. Pada tahun 1997, Dr. Ian Wilmut berhasil melakukan
kloning mamalia pertama dengan kelahiran domba yang diberi nama Dolly. Pada
tahun yang sama lahir lembu kloning pertama yang diberi mana Gene. Pada tahun
1998, para peneliti di Universitas Hawai yang dipimpin oleh Dr. Teruhiko
Wakayama berhasil melakukan kloning terhadap tikus hingga lebih dari lima
generasi. Pada tahun 2000, Prof. Gerald Schatten berhasil membuat kera kloning
yang diberi nama Tetra. Setelah berbagai keberhasilan teknik kloning yang
pernah dilakukan, para ahli malah lebih berencana menerapkan teknik kloning
pada manusia.[37)